FITK UIN Jakarta Selenggarakan Webinar Pendidikan Inklusif: Menuju Sekolah Tanpa Diskriminasi
FITK UIN Jakarta Selenggarakan Webinar Pendidikan Inklusif: Menuju Sekolah Tanpa Diskriminasi
Ciputat, BERITA FITK Online— Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kembali menggelar kegiatan akademik berskala nasional bertajuk “Webinar Pendidikan Inklusif pada Lembaga Pendidikan: Menuju Sekolah Tanpa Diskriminasi”, Senin (3/11/2025). Acara yang berlangsung secara daring melalui Zoom Meeting ini diikuti oleh peserta yang terdiri atas dosen, guru, mahasiswa, serta pegiat pendidikan dari berbagai daerah di Indonesia.

Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka memperkuat peran FITK UIN Jakarta sebagai pusat pengembangan pendidikan Islam yang berkeadilan dan inklusif. Webinar dibuka secara resmi oleh Dr. Suwendi, M.Ag., Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam FITK UIN Jakarta, dan menghadirkan para narasumber nasional dari berbagai lembaga pendidikan, pemerintah, dan organisasi profesi.
Para pembicara dalam webinar ini antara lain:
- Siti Nurul Azkiyah, M.Sc., Ph.D., Dekan FITK UIN Jakarta
 - H. Anis Masykhur, S.Ag., M.A., Kepala Subdit Pendidikan Vokasi dan Inklusi Direktorat Madrasah Ditjen Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama RI
 - Ahmad Rifaudin, S.Ag., M.Pd., Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Tangerang Selatan
 - Yayah Nurmaliyah, M.A., Dosen Pendidikan Agama Islam FITK UIN Jakarta sekaligus pengampu mata kuliah Pendidikan Inklusif dan Difabel
 - Anizar, S.T., M.Pd., Ph.D., Ketua Tim Pendidikan Inklusif Provinsi Banten.
 
Webinar ini mengangkat tema besar “Menuju Sekolah Tanpa Diskriminasi” yang menekankan pentingnya penerapan nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan penghargaan terhadap keberagaman di lembaga pendidikan.

Pendidikan Inklusif: Dari Akses Menuju Keadilan
Dalam sambutan pembuka, Prof. Siti Nurul Azkiyah menegaskan bahwa pendidikan inklusif merupakan bentuk konkret dari implementasi nilai-nilai kemanusiaan universal yang menjadi dasar pendidikan Islam.
“Akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tidak hanya berarti membuka pintu sekolah, tetapi memastikan setiap peserta didik memperoleh layanan yang sesuai kebutuhannya. Pendidikan inklusif sejatinya adalah pendidikan untuk semua,” ujarnya.
Prof. Siti menambahkan bahwa FITK UIN Jakarta terus berkomitmen memperkuat kompetensi calon guru agar memiliki sensitivitas terhadap keragaman dan mampu menciptakan lingkungan belajar yang ramah, adil, dan non-diskriminatif.
Sementara itu, Dr. H. Anis Masykhur menjelaskan evolusi kebijakan pendidikan inklusif di Indonesia, mulai dari UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, hingga Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 1 Tahun 2024 yang menegaskan akomodasi yang layak bagi peserta didik penyandang disabilitas.
“Setiap madrasah wajib menerima peserta didik penyandang disabilitas. Ini bukan semata-mata program, tetapi mandat konstitusional dan moral bangsa,” tegasnya.
Madrasah Ramah Disabilitas dan Peran GPK
Dalam paparannya, H. Ahmad Rifaudin dari Kemenag Kota Tangerang Selatan memaparkan perkembangan madrasah inklusif di wilayahnya yang kini mencapai 16 satuan pendidikan, baik negeri maupun swasta. Masing-masing madrasah tersebut didukung oleh Unit Layanan Disabilitas (ULD) sebagai pusat sumber pembelajaran.
“Madrasah harus menjadi ruang yang ramah bagi semua anak tanpa diskriminasi. Prinsipnya, tidak boleh ada penolakan terhadap siswa penyandang disabilitas dalam bentuk apa pun,” tegasnya.
Selain dukungan kebijakan, ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi lintas lembaga, baik Kemenag, Dinas Pendidikan, maupun perguruan tinggi, agar program inklusif dapat berkelanjutan.
Diskriminasi di Sekolah dan Tantangan Guru
Sesi berikutnya menampilkan Dr. Yayah Nurmaliyah, yang membahas secara kritis berbagai bentuk diskriminasi yang masih kerap terjadi di sekolah. Menurutnya, diskriminasi tidak selalu muncul secara sengaja, tetapi bisa terjadi karena kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang perbedaan individu.
“Pendidikan inklusif menuntut perubahan paradigma guru. Mereka harus belajar melihat potensi setiap anak, bukan keterbatasannya,” ujarnya.
Ia menekankan perlunya strategi pembelajaran diferensiatif dan pendekatan berbasis empati agar siswa dengan kebutuhan khusus dapat berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar.
Sementara Hj. Anizar menyoroti aspek teknis pelaksanaan pendidikan inklusif, terutama terkait kebutuhan Guru Pendamping Khusus (GPK) dan sistem pelatihan berkelanjutan bagi tenaga pendidik.
“Pendidikan inklusif tidak bisa berdiri sendiri. Kita perlu memastikan ketersediaan GPK di setiap madrasah serta peningkatan kapasitas guru reguler dalam memahami pedagogi inklusif,” paparnya.
Sinergi untuk Sekolah Tanpa Diskriminasi
Webinar yang dimoderatori oleh Faizah Malihah, mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam FITK UIN Jakarta, berlangsung interaktif dengan sesi tanya jawab yang dinamis. Para peserta antusias menyoroti isu kebijakan, praktik lapangan, dan strategi menghadirkan lingkungan belajar yang setara bagi semua.
Menutup kegiatan, Prof. Siti Nurul Azkiyah mengajak seluruh peserta untuk bersama-sama menjadi agen perubahan dalam menciptakan sekolah dan madrasah yang benar-benar inklusif.
“FITK UIN Jakarta akan terus mengawal gerakan pendidikan inklusif. Kami ingin melahirkan guru-guru yang bukan hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki empati dan keberpihakan kepada kemanusiaan,” pungkasnya. (AM)